Tri Wibowo
2 min readOct 29, 2021

KESIBUKAN BENDA-BENDA

Arsip pribadi: Kesibukan montir dengan perkakas bengkel (Tri Wibowo)

“Sedia payung sebelum hujan.”

Saat sedang galau mencari lowongan pekerjaan juga karier di masa depan, saya jadi lebih sering membuka kanal-kanal penyedia info lowongan pekerjaan dan media-media sosial.

Di tengah kesibukan memegang gawai, aktivitas scrolling timeline membawa saya pada satu berita mengenai imbauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Berita itu menjelaskan mengenai beberapa wilayah Indonesia ternyata sudah mulai memasuki musim penghujan. Di sana juga dijelaskan bahwa karakteristik wilayah kita yang rawan bencana sangat diperlukan kewaspadaan masyarakat.

Lebih lanjut, artikel itu mengatakan bahwa langkah antisipasi juga perlu dilakukan pada tingkat perangkat negara, yaitu dengan mempersiapkan kemungkinan meluasnya titik banjir sehubungan dengan peningkatan intensitas hujan.

Lalu saya membenak dalam hati, sepertinya kita memang perlu kecakapan cepat tanggap, terkait kemampuan yang baik dalam melakukan upaya pencegahan, penanganan dan pengendalian banjir, mulai dari instansi-instansi seperti BPBD hingga semua dinas lainnya yang terkait.

Sejurus kemudian, saya juga jadi teringat tentang satu pepatah klise, Sedia payung sebelum hujan.

Kita tentu sudah tidak asing dengan pepatah lama ‘sedia payung sebelum hujan’ bukan? Apakah kita bisa sama-sama menyepakati, bahwa kira-kira, pepatah itu berarti kita harus mempersiapkan diri dan senantiasa berjaga-jaga sebelum segala sesuatu terjadi. Artinya, pada konteks ini agar jangan sampai terjadi suatu hal buruk yang tidak pernah kita inginkan. Kebanjiran.

Berdasarkan ilustrasi tersebut, bisa dikatakan bahwa kita sangat mampu menghadapi sebuah ketidakpastian hanya dengan membayangkan suatu hal akan terjadi sekalipun hal itu belum tentu terjadi. Hidup di dunia yang kita mukimi, di ruang-ruang hidup yang kita tempati mendorong seorang Dasein (meminjam istilah Martin Heidegger untuk mengistilahkan ‘Manusia’), dituntut untuk selalu bisa mengantisipasi masa depan dalam kesibukannya di kolam keseharian. Di sana, ada pekerjaan, aktivitas, hiburan, hobi, pertemanan, permainan, karir, dan lain sebagainya.

Kesadaran diri untuk ‘menyediakan payung sebelum hujan’ kali ini menjadi pepatah yang tidak lagi sederhana. Karena momentum itu bukan hanya cara mengantisipasi masa depan, tapi juga merupakan sebentuk keterarahan akan hidup. Edmund Husserl menyebut ini sebagai intensionalitas atau sebuah keterarahan atas “kesadaran” pada “sesuatu”.

Mengandaikan masa depan akan hujan (sorge), di situasi hari ini (verfallen), maka menyiapkan sebuah payung (zuhandennes) adalah sebuah sikap antisipatif seorang Dasein agar tidak kembali mengalami suatu momen ‘Keterlemparan’ (faktisitas). Artinya, sikap-sikap seperti inilah yang akan selalu Dasein jaga sampai akhir hayat, intensionalitas Dasein yang terus menerus sampai tiba pada kematiannya sendiri.

Sehingga hanya dengan menyikapi pepatah itu, Dasein mampu hidup ‘Mengada’ di tengah ketidakpastian yang selalu ada di masa depan, Dasein senantiasa sadar dan waspada dalam proses ‘Mengada’ sepanjang hidupnya, Dasein selalu punya rencana-rencana alternatif dalam mencandera kesehariannya, dan Dasein juga jadi bisa mempersiapkan mental akan keberadaannya sedini mungkin agar tidak ada lagi penyesalan yang hanya akan membuat dirinya ‘terlempar’ dan larut dalam keseharian (Ontis).

Semua percakapan ingatan saya tiba-tiba terhenti oleh sebuah pertanyaan, “jadi, sudahkah sedia ‘payung’ milik kita sendiri?”

Tri Wibowo
Tri Wibowo

Written by Tri Wibowo

lihat halaman belakang. selalu ada kisah yang bisa diceritakan kemudian.